Sejak aku melakukan hubungan sexual
yang pertama kali dengan Oom Pram, bapak kostku, aku tidak yakin apakah
selaput daraku sobek atau tidak. Karena pada saat itu aku tidak
merasakan sakit dan tidak mengeluarkan darah. Yang jelas sejak saat itu
sex menjadi kebutuhan biologisku. Repotnya aku tidak dapat memenuhi
kebutuhan biologisku ini kepada pacarku yang sebangku kuliah, dia sangat
alim dan selalu membatasi diri dalam berpacaran.
Akhirnya aku semakin terjerat dengan bapak kostku yang mempunyai
perbedaan umur 25 tahun (dia berumur 46 tahun). Kami melakukan selalu
pada siang hari, yaitu pada saat istrinya sedang berada di kantor, dan
semua teman kostku sedang kuliah. Sudah enam bulan berlalu, tanpa satu
orang pun yang tahu, hanya barangkali pembantu rumah tangga yang mencium
sesuatu diantara kami berdua.
Oom Pram pandai memainkan sandiwara
dalam pergaulan sehari-hari di rumah. Dia memperlakukanku secara wajar,
dihadapan rekan kostku yang lain maupun dihadapan istrinya. Jika tidak
ada kuliah dan rumah kosong (kecuali pembantu), aku hampir selalu
memuaskan hasratku. Dan untuk keamanan, aku selalu mempunyai stock
kondom di lemariku yang selalu terkunci (walaupun pembelian kondom ini
selalu menjadi masalah tersendiri bagiku, karena aku masih malu untuk
membeli alat kontrasepsi tersebut).
Nani (bukan nama sebenarnya)
adalah teman karibku yang tinggal sekamar denganku yang saat ini entah
berada dimana, karena sejak kami lulus sarjana 15 tahun yang lalu, kami
tidak pernah berhubungan lagi, dan mudah mudahan membaca cerita ini
sekaligus sebagai nostalgia bersama.
Pada suatu hari Nani pulang
dari kuliah. Seperti biasanya tanpa ketuk pintu dia langsung masuk ke
kamar. Ketika itu aku terbangun dari tidurku. Nani langsung mencopot
sepatu dan mengganti pakaiannya dengan celana pendek dan t-shirt yang
ketat. Dia memang tampak sexy dengan pakaian itu, buah dadanya tampak
membusung, ditambah wajahnya yang cantik, aku yakin banyak pria yang
menyukainya.
Dia tiba-tiba mengambil sesuatu dari pinggir bantal
yang kupakai, aku terkesiap ketika mataku melirik barang yang baru
diambilnya. Jantungku hampir copot rasanya.
“Lin, ini punya siapa..?” matanya melotot, mulutnya terbuka penuh kekagetan.
Aku
tidak dapat menjawab, aku masih mencoba menenangkan hatiku. Di ujung
jarinya masih dipegangnya kondom bekas pakai yang ujungnya masih berisi
cairan putih.
Memang ini kecerobohanku, biasanya sehabis
melakukannya selalu kubungkus tissu dan kusimpan di tas atau lemari.
Tapi kali ini aku ketiduran sehingga lupa mengamankan benda berharga
itu.
“Dengan pacarmu..?”
Aku hampir mengangguk, tetapi mulutku berbicara lain, “Oom Pram..” jawabku pendek.
“Oh..,
hebat sekali kamu, ceritain dong, aku pikir kamu alim, sungguh mati aku
nggak nyangka kalau kamu juga udah pinter. Kamu curang, aku selalu
jujur dan cerita apa adanya sama kamu. Eh nggak taunya pengalamanmu
lebih hebat dariku.” Nani terus menerocos sambil merebahkan tubuhnya di
sampingku.
“Sudah berapa kali kamu sama Oom Pram..?”
Aku
memaklumi protes dan rasa penasarannya, karena Nani selama ini selalu
terbuka denganku. Dia selalu menceritakan hubungaan sex-nya dengan
pacarnya sedetil-detilnya, dari ukuran penis sampai posisi pada saat
melakukannya. Sedangkan aku sama sekali tidak pernah menceritakannya
karena rasa malu, karena kulakukan justru tidak dengan pacarku tetapi
dengan laki-laki yang seumur dengan pamanku.
Sejak saat itulah aku
mulai menceritakan aktifitas sexual kami kepadanya, aku ceritakan
bagaimana pengalaman pertamaku yang tanpa rasa sakit dan tanpa darah,
bagaimana Oom Pram mengajariku dan membimbingku dengan penuh kesabaran.
Dan kuceritakan pula bagaimana induk semangku itu begitu perkasanya di
atas ranjang, bahkan beberapa kali aku mengalami orgasme lebih dari satu
kali. Pernah suatu kali aku ceritakan pengalaman yang tidak kulupakan
hingga sekarang (kini aku sudah mempunyai dua orang anak yang sudah
besar-besar), yaitu ketika kami hanya berdua, aku dan Oom Pram bercinta
di atas sofa ruang tamu. Sungguh pengalaman yang fantastis.
Dia
duduk bersandar ke sofa, sedangkan aku dalam posisi duduk atau lebih
tepatnya jongkok di pangkuannya menghadap ke arahnya, kelamin kami
menjadi satu, saling mengisi, saling menggesek dan menekan, menjepit dan
menggoyang. Dan hubungan intim kami akhiri dengan rintihan panjangku di
pojok karpet di bawah meja tamu. Sungguh pengalaman yang sangat hebat.
Sampai kini pun aku selalu mengkhayalkannya dan mengimpikannya.
Hingga
suatu saat Nani mengusulkan seuatu yang membuatku termenung. Memang
pada awalnya usulannya masih bersifat gurauan, tetapi akhir-akhir ini ia
semakin mendesakkan kemauannya. Bahkan sambil bergurau ia mengancam
akan membeberkan kisahku ini ke pacarku. Aku butuh waktu seminggu untuk
menimbangnya, aku belum rela untuk berbagi cinta dengan kawanku ini,
tetapi lama-lama aku tergelitik, apalagi Nani selalu membujuk dan
mengkhayalkan keindahannya bagaimana kalau kami melakukan hubungan sex
bertiga. Dan akhirnya aku pun menyetujuinya.
Seperti yang sudah
kuduga sebelumnya, Oom Pram tidak keberatan dengan gagasan ini. Dan
dipilihnya waktu yang paling tepat, yaitu ketika istrinya sedang
mengunjungi orang tuanya di Jawa Tengah. Dan tempat yang telah
disepakati adalah di kamar tidurnya bukan di kamarku. Kamarnya ada di
rumah induk, sedang kamarku ada di Paviliun yang memang disediakan untuk
indekost.
Sekitar jam sembilan malam, ketika teman kost lain
sudah masuk kamar masing-masing. Aku pun masuk ke kamar Oom Pram tanpa
satu orang pun yang melihat. Oom Pram yang sudah menunggu sambil nonton
TV di kamar menyambutku dengan dekapan dan ciuman yang hangat. Kuedarkan
mataku keliling kamar, sebuah kamar yang luas, indah dan mengagumkan,
kamar yang tidak kalah dengan sweet room di hotel berbintang lima.
Inilah pertama kali aku melihat kamarnya, diam-diam kukagumi taste
istrinya dalam menata kamar yang begitu indah dan mengagumkan.
Tidak
berapa lama kemudian Nani datang menyusul, terlihat kecanggungannya,
hilang sifat lincahnya. Kubimbing dia ke arah Oom Pram. Oom Pram memeluk
Nani dan mencium pipinya. Kecanggungan dicairkan oleh Oom Pram dengan
obrolan ringan dan gurauan kecil. Karena kulihat baik Oom Pram maupun
Nani masih sungkan untuk melakukannya, maka aku pun berinisiatif untuk
memulainya.
Kubimbing Oom Pram ke tempat tidurnya yang sangat
luas, kucumbu dan kucium dia. Kami berciuman, saling mengelus cukup lama
dan birahiku mulai naik ketika tangannya meremas dengan lembut buah
dadaku. Kulihat Nani masih duduk pasif di ujung tempat tidur
memperhatikan kami. Kulepas pelukanku dan kutarik tangan Nani ke arah
kami, dan ia segera masuk ke dalam rengkuhan Oom Pram.
Walaupun
birahiku sudah mulai bangkit, tetapi kugeser posisiku untuk memberi
kesempatan pada Nani menikmati ciuman dan belaian Oom Pram. Nani
terlihat sangat bernafsu, apalagi ketika buah dadanya yang sexy
diremas-remas oleh Oom Pram. Tubuhnya menindih tubuh Oom Pram dengan
posisi miring memberi kesempatan buah dada kirinya untuk diremas, dua
belah pahanya menjepit paha kanan Oom Pram, bahkan dari gerakan
pinggulnya aku yakin Nani sedang menggesekkan selangkangannya di paha
Oom Pram.
Kuhampiri Nani, kubuka resleting di punggungnya, ia
menghentikan kegiatannya untuk memberikan kesempatan aku melepas
pakaiannya, dan dalam sekejab dia sudah telanjang bulat, seperti diriku
dia juga tidak mengenakan BH maupun CD. Tubuhnya memang indah dan aku
selalu mengagumi tubuhnya itu, karena sebagai teman sekamar, aku sudah
terbiasa melihat kepolosannya itu. Hanya ada satu hal yang belum pernah
kulihat, yaitu bibir bawahnya tampak sedikit membengkak dan warna
kemerahan membayang di balik rambut kemaluan yang tidak terlalu lebat.
Oom
Pram segera meraih kedua buah dadanya untuk mencium sekaligus
meremasnya, Nani tampak menikmatinya dan membiarkan seluruh tubuhnya
dinikmati oleh Oom Pram. Tangannya kulihat mulai mengelus pangkal paha
Oom Pram yang masih terbungkus piyama. Aku sebenarnya sangat terangsang
dengan adegan itu, apalagi ketika mereka berdua sudah tanpa busana, dan
percintaan mereka makin seru dimana dalam posisi tidur telentang di
tengah tempat tidur yang harum dan mewah. Oom Pram mempermainkan kelamin
Nani dengan lidah dan bibirnya, sedangkan Nani setengah jongkok di
kepala Oom Pram merintih-rintih keenakan sambil menunduk melihat
kemaluannya yang sudah makin membengkak.
Kulepas pakaianku,
kurasakan buah dadaku sudah mengeras dan vaginaku sudah terasa basah.
Kudekati penis Oom Pram yang tegak berdiri dengan kepala yang mengkilat,
dikelilingi oleh otot yang kebiru-biruan, sebuah pemandangan yang
bagiku sangat indah. Kugenggam batang penisnya, kadang kukecup ujung
penisnya. Tidak seperti biasanya, kali ini aku tidak berani memainkannya
seperti yang disukainya. Aku tidak menelusuri otot batangnya dengan
lidahku, tidak pula menyedot seperti menyedot es lilin ketika aku masih
kanak-kanak. Karena aku sadar, bahwa perjalanan masih panjang. Kali ini
dia akan bercinta dengan dua orang wanita muda yang sedang haus-hausnya.
Aku takut dia akan “selesai” sebelum waktunya.
Ketika Nani
mengerang makin keras, dan gerak pinggulnya terlihat makin tidak
terkendali, Oom Pram segera mengakhiri permainan. Dia bangkit dan
membimbing Nani untuk rebah di sampingnya berbantal lengan kirinya.
Direngkuhnya aku, sambil mencium bibirku tangan kanannya merangkulku dan
mengelus punggungku. Kunikmati permainan lidahnya, kadang lidahnya
menjalar dalam mulutku, kadang lidah kami saling beradu. Kubiarkan
tangan Nani ketika dari posisinya dia mejulurkan tangan untuk ikut
meremas buah dadaku, karena menambah kenikmatan yang kurasakan. Bahkan
ketika dia bangkit dan jarinya menyibak bukit kemaluanku yang sudah
basah, aku malah merentangkan kedua belah pahaku lebar-lebar. Aku sama
sekali tidak merasa risih, bahkan sebenarnya aku ingin dia melakukan
lebih dari mengelus klitorisku. Aku ingin bibir Nani yang sensual itulah
yang melakukannya. Tapi itu tidak dilakukannya.
Oom Pram bangkit
dari posisi tidurnya, dari gerak dan sikapnya aku segera tahu bahwa dia
sudah akan menyudahi pemanasan yang bagi kami terasa sangat lama dan
menyenangkan, walaupun sebenarnya Nani sudah memintanya sejak tadi. Aku
memberi kesempatan Nani untuk melakukannya terlebih dahulu, ia sudah
dalam posisi telentang dengan kaki yang ditekuk dan kedua belah paha
terbuka lebar, sehingga dua bukit kemaluannya terbelah dengan
menampakkan semburat magma merah dari celahnya. Sebuah pemandangan yang
sangat indah, sebuah tubuh putih yang mengkilat karena keringat, buah
dadanya yang padat pinggang yang ramping. Mata Nani memandang sayu ke
arah Oom Pram yang sudah berada di depannya siap melakukan tugasnya.
Oom
Pram masih menjelajahi tubuh indah itu dengan matanya sambil tangan
mengelus paha Nia, tubuhnya masih kelihatan kokoh. Aku tak pernah bosan
memandang, entah sudah berapa kali aku menjamah dan menikmati tubuh
lelaki itu. Aku lah yang tak sabar melihat adegan sejoli ini
berlama-lama, kuraih penisnya dan kutuntun ke arah lubang kawah yang
merah menyala. Nani sedikit mendongakkan kepala ketika ujung kemaluan
Oom Pram mulai masuk ke vaginanya, mulutnya mendesis lembut. Jika sedang
bercinta denganku, Oom Pram selalu memulai dengan tidak memasukkan
penuh, tetapi hanya kepalanya saja, kemudian menancapkan berkali-kali ke
arah atas di belakang klitoris, memutar dan menggoyangnya.
Demikian
juga yang dilakukan kepada Nani, kocokan ringan itu membuat Nani makin
mendesis-desis, disertai sapuan lidah di bibirnya sendiri. Lututnya
terlihat bergerak membuka dan menutup kadang-kadang pinggulnya diangkat
mencoba menenggelamkan batang yang mempesona itu, tetapi selalu gagal.
Aku tidak dapat menahan diri, tanganku kuremaskan ke buah dada Nina yang
bergoncang lembut, bahkan lama-lama jari tanganku mengelus-elus
klitoris Nani yang tidak lagi mendesis tetapi sudah merintih-rintih.
“Oom.. masukkan yang dalam.., sampai habis..!” ia menghiba sambil tangannya menekan pantat Oom Pram.
Dan dia merintih panjang ketika penis Oom Pram menancap makin dalam sampai ke pangkalnya.
Kulihat
di depan mataku sepasang manusia sedang malakukan persetubuhan, sang
wanita sambil mendekap pasangannya, mulutnya merintih dan mendesis. Sang
lelaki dengan tubuh yang berkeringat mengayunkan pinggulnya ke atas ke
bawah, kadang desis kenikmatan juga terdengar dari mulutnya. Sesekali
sang lelaki dengan mata penuh nikmat menatap kosong kepadaku. Aku mundur
ketika Nani mulai liar, kakinya mendekap tubuh Oom Pram dengan kencang,
pinggul diangkat ke atas seakan ingin menyatu dengan lawan mainnya,
dagunya mendongak disertai lenguhan panjang, “Aaahh..”
Detik-detik
indah Nani telah lewat, beberapa saat Oom Pram masih menindih di atas
tubuhnya, dibelainya rambutnya dan dicium lembut bibirnya. Sebenarnya
pada saat yang sama vaginaku sudah berkedut nikmat, aku sangat
terangsang penuh birahi, tapi aku masih harus besabar beberapa menit
untuk memberi kesempatan Oom Pram mengambil nafas. Walaupun aku tahu
pasti bahwa dia belum berejakulasi.
Aku segera turun dari tempat
tidur, kuambil tissue dan kondomku, kubersihkan dengan hati-hati
penisnya yang basah kuyup oleh lendir Nani. Kusarungkan kondom berwarna
merah jambu di kemaluannya. Beda dengan Nani yang tidak menyukai memakai
alat itu, dia lebih menyukai pil KB yang diminumnya secara rutin,
karena hubungannya dengan pacarnya.
Kulihat Oom Pram sambil
telentang memperhatikan apa yang sedang kulakukan, mulutnya medesis
penuh nikmat ketika penis yang sudah bersarung itu kukulum dan kusedot.
Dalam nafsuku yang puncak itu, aku merasakan tidak perlu lagi pemanasan,
aku segera memposisikan diri jongkok di atasnya, kamaluan kami sudah
berhadapan nyaris menyentuh. Aku masih sempat bermain di luar sebentar,
sebelum semuanya kumasukkan sampai ke dasar dinding rahimku. Kurebahkan
tubuhku di atas tubuhnya, kuhisap mulutnya.
Kukerutkan otot-otot
di dalam vagina untuk mencengkeram penisnya. Bersamaan dengan itu
kuputar pinggulku sambil kutarik ke atas sampai ke leher kemaluannya.
Kemudian dengan cara yang sama kulakukan dengan arah ke bawah, dan
kulakukan berulang-ulang. Ia mengelus dan meremas bokongku, pinggulnya
menyodok vaginaku dari bawah dengan irama yang sudah sangat harmonis.
Posisi ini adalah posisi favoritku (hingga kini). Buah dadaku terhimpit
di dadanya, perutku menggeser-geser perutnya dan desis kenikmatan kami
semakin menyatu.
Kurasakan gesekan otot dan kulit penisnya di
dalam vaginaku, rasanya enak sekali, kepala penisnya yang besar yang
menyodok-nyodok dinding rahimku makin menambah kenikmatan yang kualami.
Bagian dalam vaginaku berkedut makin dalam. Aku melenguh panjang,
kutepuk pundaknya dan ia segera mengerti untuk menghentikan kocokannya.
Sementara aku juga menghentikan gerakanku dan meikmati kedutan yang
merambah jaringan kemaluanku. Aku mengalami orgasme ringan, aku tidak
ingin permainan cepat selesai, baru lima belas menit kami bersetubuh,
biasanya aku tahan lama sekali. Mungkin karena aku menonton dan terlalu
meresapi permainan Nani tadi.
Aku masih menumpuk di atas tubuh Oom
Pram, kemaluannya masih terjepit dalam sekali di dalam kelaminku yang
masih menjalar rasa nikmat.
“Oom.., enak sekali. Aku pengen lama. Lamaa sekali..!” kucium pipinya dan kudekap tubuhnya.
Dan
ketika dia mulai mengocokku dengan ringan dari bawah, segera kutepuk
kembali pundaknya, “Aaah, jangan dulu Oom.., Lani belum turun..”
Kurebahkan
kepalaku di samping kepalanya, kudekap tubuhnya yang kekar, kuluruskan
kakiku sehingga paha kami saling menempel, dengan posisi ini aku merasa
menjadi satu dengannya. Kemaluannya masih tetap di dalam tubuhku.
Wajahku
berhadapan dengan wajah Nani yang sejak tadi menonton pertunjukan kami,
tangan kirinya meremas-remas buah dadanya sendiri, sedangakan tangan
kanannya menggosok-gosok klitorisnya. Nani sudah mulai bangkit lagi
nafsunya, wajahnya menampakkan kenikmatan mansturbasinya. Menit
berikutnya Oom Pram sudah menggulingkan tubuhku ke samping tanpa
melepaskan kesatuan kami. Dan dalam sekejap tubuh yang mengkilat oleh
keringat sudah dihadapanku dengan posisi push up, kedua tangannya berada
di samping tubuhku, kedua kaki lurus dan merapat. Penisnya sangat besar
dan keras masih terasa menekan dalam lubang kenikmatanku.
Kulipat
kakiku dan kubuka lebar-lebar pahaku, karena aku tahu bahwa Oom Pram
akan segera mengaduk-aduk isi kelaminku dengan alatnya itu. Aku sudah
siap untuk dipuasinya, dan aku pun siap untuk memberikan peyananku. Dia
mulai menarik pelan-pelan penisnya, kuimbangi dengan remasan otot
vagina, kurasakan nyeri kenikmatan dari bawah tulang kemaluanku.
Aaahh.., aku mulai mendesis, kuputar pinggulku, dan kuremas-remaskan dan
kusedot habis kemaluannya, aku merintih tidak tahan, Oom Pram mendesis.
Aku
dipompa dengan putaran ke kanan kadang ke kiri, kadang diulir kadang
ditancap lurus ke bawah. Rasa geli dan desiran nikmat makin merambat di
seluruh kemaluanku. Kakiku sudah terangkat tinggi menggapit pinggangnya,
pinggulku selalu melekat erat dengan pinggulnya. Pangkal kemaluan kami
saling melekat, klitorisku bergetar hebat. Oom Pram mendekapku erat,
diciumnya bibirku, nafasnya sudah memburu, kocokan penisnya menghujam
dengan kencang dan dalam, bersamaan dengan itu kedutan dahsat dalam
lubang kemaluanku. Dia telah memancarkan spermanya.
Bersamaan dengan itu kulepas pula keteganganku. Kutahan jeritan kenikmatanku.
“Oom Pram.., oh..”
Aku
tergolek lemah di samping Nani yang sedang menuju klimaks dalam
mansturbasinya. Malam yang indah yang sampai kini pun aku sering
melamunkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar